SOE-NTT | MediatorPost.com-Ibarat permainan gasing, diawal berputar begitu kencang lalu lama kelamaan mulai melambat. Begitulah gambaran penanganan proses hukum atas kasus dugaan tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 8 Embung mubasir di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) TTS.
Tersendatnya Penanganan dugaan Tindak Pidana Korupsi 8 Embung mubasir TTS, hingga rencana expose perkara di Kejati NTT yang rupanya hanya sebatas wacana tanpa aksi nyata, kembali menuai tanya dan perhatian serius dari Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) NTT.
Koordinator TPDI NTT, Merdian Dewanta Dadi, SH, Ketika diminta pendapat hukumnya terkait terhambatnya penaganan perkara 8 embung TTS, Senin (1/11/2022), Merdian, menilai sikap penyidik Kejari TTS yang tidak konsisten dan terkesan ” Ompong” dalam menuntaskan perkara 8 embung mubasir , telah menimbulkan prasangka buruk bagi masyarakat, bahwa Kejari TTS tidak responsif dalam menindak lanjuti laporan masyarakat, hingga perkara ini tidak mengalami kemajuan tanpa alasan yang jelas yang dapat dipertanggung jawabkan.
Melalui pernyataan tertulisnya yang diterima tim media ini, TPDI NTT secara tegas mengkritisi alasan tidak berdasar yang disampaikan Kasi pidsus Kejari TTS, I Made Santiawan, terkait rencana ekspose perkara yang masih menunggu LHP Inspektorat TTS, padahal sudah ada hasil audit kerugian negara oleh BPKP NTT, ternasuk adanya surat klarifikasi penolakan audit khusus dari Inspektorat kepada Kajari TTS.
Bagi TPDI, adanya indikasi korupsi dibalik pembangun 8 embung mubasir ini, sebelumnya sudah disampaikan mantan Kepala Kejari TTS, Fachrizal, SH, termasuk sudah ada hasil audit kerugian negara dari BPKP perwakilan NTT. Namun sejak kasus ini ditangani Kajari TTS sekarang, faktanya jadi berubah dan terkesan mengada- ada.
TPDI menduga kuat bahwa tidak tuntas -tuntasnya penanganan perkara dugaan korupsi 8 Embung ini, disinyalir demi melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi sesungguhnya yang diduga ada campur tangan dari oknum pemegang kekuaasaan untuk menghambat penuntasan perkara dimaksut.
Disebutkan bahwa proyek pembangunan 8 Embung mubasir tersebut, yakni Embung Oekefan, Embung di Desa Nusa, Embung di Desa Keletunan, Embung di Desa Skinu, Embung di Desa Noeolin, Embung di desa Nifukiu, Embung di desa Netpala dan Embung di Desa Tuasene, merupakan satu paket dengan embung Mnelalete, dimana mirip modus operandinya, yang telah diproses di pengadilan Tipikor dan berkekuatan hukum tetap.
Dihubungi kembali via ponselnya, Selasa (2/11/2022), Meridian Dewanta secara tegas mengajak semua elemen masyarakat termasuk media, untuk terus mengawal dan menyuarakan kasus ini, baik melalui fungsi kontrol media, maupun via aksi demo turun ke jalan agar kasus ini segera dituntaskan dan mendapat kepastian hukum.
” Secara lembaga TPDI juga akan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengambil alih penanganan kasus tersebut,
termasuk Jaksa Agung Republik Indonesia agar mencermati sungguh -sungguh apa yang terjadi di Kabupaten TTS, khususnya menyangkut terhambatnya penanganan kasus 8 embung oleh Kejari TTS,” ujarnya
“Kami minta Jaksa Agung RI, bisa segera memberi sanksi tegas terhadap bawahannya yang tidak serius mendukung upaya pemberantasan korupsi”. harap Dewanta.
Sebelumnya Kasiepidsus Kejari TTS, I Made Santiawan, SH, dikonfirmasi media ini via saluran whatts upp (wa) terkait penanganan kasus ini, mengatakan masih menunggu LHP Inspektorat TTS.
Ditanya alasan mengapa tidak menggunakan hasil audit BPKP NTT sebagaimana dalam kasus embung Mnelalete, Santiawan mengatakan, maunya begitu tapi keburu bersurat.
“Maunya begitu tapi keburu teman media bersurat. Jadi saya tunduk dan taat atas perintah Kajati”.kata Santiawan.
(A026/TIM NTT)